LBH SURAKARTA: Daluwarsa Penuntutan Pidana

Daluwarsa Penuntutan Pidana

Daluwarsa Penuntutan Pidana

Daluarsa (lewat waktu/verjaring) adalah istilah yang dikenal dalam hukum, baik dalam teori maupun dalam prakteknya. Dalam pengertian hukum, daluwarsa adalah dengan adanya lewat waktu. Dalam hubungannya dengan gugurnya hak menuntut, jika suatu tindak pidana sudah kadaluarsa oleh undang-undang, maka Jaksa kehilangan hak untuk menuntut perkara pidana tersebut. Yang dimaksud daluwarsa dalam bahasa awam adalah “gugatan atau penuntutan atau upaya hukum lainnya sudah basi atau tidak masuk akal”.

Hak negara untuk menuntut si pelaku tindak pidana menjadi hapus karena lampau waktu. Apabila suatu tindak pidana oleh karena beberapa hal tidak saja diselidiki dalam waktu yang agak lama, maka masyarakat tidak begitu ingat lagi kepadanya sehingga tidak begitu di rasakan perlunya dan manfaatnya menjatuhkan hukuman kepada si pelaku. Dengan adanya lewat waktu, ingatan masyarakat terhadap tindak pidana tertentu telah hilang, dengan adanya lewat waktu ada kemungkinan menghilangnya alat bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tertentu, dan juga untuk memberikan kepastian hukum bagi Tersangka.

Tujuan lain dari penghapusan hak negara untuk menuntut dikarenakan lewatnya waktu yaitu untuk memberikan kepastian hukum bagi setiap kasus pidana, agar si pelaku tidak selama-lamanya ketentraman hidupnya diganggu tanpa batas waktu oleh ancaman penuntutan oleh negara yang tidak mengenal daluarsa.

Daluwarsa Mengajukan Pengaduan (Pasal 74 KUHP)

Daluwarsa mengajukan pengaduan ke kantor polisi (khususnya untuk delik aduan) adalah:

 1. Tindak pidana umum (Pasal 74 KUHP)
  • Enam (6) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, bila ia berada di Indonesia.
  • Sembilan (9) bulan setelah yang berhak mengadu mengetahui perbuatan itu dilakukan, bila ia berada di luar negeri.
 2. Perbuatan cabul terhadap anak di bawah umur (Pasal 293 ayat 3)
  • Sembilan (9) bulan sejak yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, bila ia berada di Indonesia.
  • Dua belas (12) bulan sejak yang berhak mengadu mengetahui perbuatan yang dilakukan itu, bilai ia berada di luar negeri.

Daluwarsa Hak Penuntutan Pokok Perkara (Pasal 78 KUHP)

Berbeda dengan daluwarsa pengaduan (yang spesifik untuk delik aduan) sebagaimana dijelaskan di atas, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur secara tegas batas waktu daluwarsa untuk semua hak penuntutan pidana. Inilah yang menjadi inti dari daluwarsa perkara, yang diatur dalam Pasal 78 KUHP.

Menurut Pasal 78 KUHP, kewenangan menuntut pidana hapus setelah:

  • 1 (satu) tahun: Untuk semua tindak pidana pelanggaran, dan untuk kejahatan yang dilakukan dengan percetakan.
  • 6 (enam) tahun: Untuk kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
  • 12 (dua belas) tahun: Untuk kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari 3 (tiga) tahun (Contoh: penipuan, penggelapan, pencurian biasa).
  • 18 (delapan belas) tahun: Untuk semua kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup (Contoh: pembunuhan berencana).

Penting untuk dicatat, perhitungan daluwarsa ini (menurut Pasal 79 KUHP) mulai dihitung pada hari sesudah perbuatan itu dilakukan. Sebagai contoh, jika seseorang melakukan tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) dengan ancaman 4 tahun penjara, maka hak Jaksa untuk menuntut orang tersebut akan gugur setelah 12 tahun sejak perbuatan itu dilakukan.

Batas Waktu Kepolisian Menindaklanjuti Laporan

Tidak ada aturan dalam Kitab Undang Undang Acara Pidana (KUHAP) mengenai batas waktu Kepolisian untuk menindaklanjuti laporan. Dalam rancah hukum pidana, daluwarsa diatur untuk mengajukan pengaduan, penuntutan, menjalankan pidana dan upaya hukum lainnya, tetapi tidak diatur daluwarsa untuk menindaklanjuti laporan.

Dalam hal Kepolisian tidak menindaklanjuti laporan, atau jika ada ketidakpuasan atas hasil penyidikan, Anda dapat menyampaikan pengaduan masyarakat (Dumas).