LBH SURAKARTA: 2025

Reformasi KUHAP 2025 & Perlindungan HAM

Reformasi KUHAP 2025 & Perlindungan HAM

Antara Janji Perlindungan dan Risiko Penyalahgunaan Proses Pidana

Rapat Paripurna DPR RI pada 18 November 2025 telah mengesahkan Rancangan KUHAP menjadi Undang‑Undang baru yang akan berlaku bersamaan dengan KUHP Nasional pada 2 Januari 2026. KUHAP 2025 ini diklaim pemerintah dan DPR sebagai pembaruan hukum acara pidana yang modern, partisipatif, dan dirancang untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia.​ Bagi LBH Surakarta, reformasi KUHAP bukan sekadar perubahan teknis prosedur, tetapi akan menentukan nasib ribuan orang yang berhadapan dengan hukum: dari tahap penangkapan, penahanan, pemeriksaan, hingga putusan dan upaya hukum. Karena itu, setiap pasal dan mekanisme baru dalam KUHAP 2025 harus dibaca secara kritis, terutama dari kacamata kelompok rentan dan korban kriminalisasi.​

Dua Raja Satu Keraton Tantangan Supremasi Hukum di Solo

Dua Raja Satu Keraton Tantangan Supremasi Hukum di Solo

SOLO – Sengketa dualisme takhta Keraton Kasunanan Surakarta memanas dan memasuki babak baru yang krusial pada 2025. Konflik yang sebelumnya hanya berporos pada tafsir adat dan silsilah keluarga kini meningkat menjadi pertarungan hukum terbuka: kedua kubu yang sama-sama mengklaim gelar "Paku Buwono XIV" (PB XIV) telah menunjuk advokat/kuasa hukum untuk mendampingi, menyusun strategi hukum, menyampaikan pernyataan publik, serta mempersiapkan kemungkinan langkah hukum jika sengketa ini benar-benar berlanjut ke pengadilan. Mediasi adat sudah berulang kali deadlock, memperpanjang ketidakpastian bagi abdi dalem dan masyarakat luas.

Laporan Polisi Mandek Berbulan-bulan? Jangan Diam!

Laporan Polisi Mandek Berbulan-bulan? Jangan Diam!

Fenomena 'No Viral, No Justice' kembali menjadi ironi dalam penegakan hukum kita, sebagaimana terlihat pada lambatnya penanganan kasus kekerasan anak di Batu Bara yang baru tereskalasi pasca-viral 20 November 2025 lalu. Ini menjadi autokritik keras bagi standar pelayanan publik; apakah 'atensi netizen' kini menjadi syarat formil tambahan agar laporan diproses?

Sungguh disayangkan jika laporan resmi yang didukung alat bukti sah (visum) harus kalah cepat dengan algoritma media sosial. Korban yang menanti kepastian hukum tidak seharusnya dibiarkan menunggu dalam ketidakpastian prosedur. Kita tidak perlu menunggu viral untuk mendapatkan keadilan. Negara telah menyediakan mekanisme hukum administratif untuk mendobrak inersia birokrasi ini. Berikut panduan strategis dari LBH Surakarta untuk memastikan laporan Anda tidak 'jalan di tempat'.

KUHP Lama vs KUHP Baru (UU 1/2023) Lebih Baik atau Lebih Buruk?

KUHP Lama vs KUHP Baru (UU 1/2023) Lebih Baik atau Lebih Buruk?


Pertarungan Dua Era Hukum Pidana

Masyarakat Indonesia kini berada di persimpangan jalan sejarah hukum pidana. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, yang disahkan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, akan segera menggantikan KUHP lama (Wetboek van Strafrecht atau WvS) yang telah berlaku lebih dari satu abad. Banyak pertanyaan yang muncul Apakah ini sebuah kemajuan? Apakah KUHP baru ini benar-benar lebih baik bagi masyarakat, terutama bagi kelompok rentan dan pencari keadilan?

Sebagai Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang memiliki pengalaman (Experience) mendampingi masyarakat dalam praktik peradilan sehari-hari, kami merasa perlu memberikan analisis ahli (Expertise) yang obyektif dan lugas. Jawaban atas pertanyaan tersebut, sayangnya, tidak sederhana.

Putusan MK 114/2025 Benteng Baru Supremasi Sipil

Putusan MK 114/2025 Benteng Baru Supremasi Sipil

Gebrakan hukum signifikan datang dari Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Dengan mengabulkan gugatan terkait rangkap jabatan anggota Polri aktif, MK secara efektif telah membangun benteng baru untuk menegakkan prinsip supremasi sipil dan memutus praktik "Dwifungsi" gaya baru yang selama ini meresahkan. Urgensi putusan ini lahir dari kegelisahan publik yang panjang atas praktik penempatan perwira Polri (dan TNI) aktif di berbagai jabatan strategis sipil.

RUU Perampasan Aset Sebagai Senjata Baru Untuk Memiskinkan Koruptor Dan Mengembalikan Uang Rakyat

RUU Perampasan Aset Sebagai Senjata Baru Untuk Memiskinkan Koruptor Dan Mengembalikan Uang Rakyat

Masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 telah memicu diskusi hangat di kalangan pegiat hukum dan masyarakat sipil. LBH Surakarta menyoroti langkah ini sebagai sebuah instrumen krusial yang telah lama ditunggu, yang dianggap sebagai senjata penting untuk akhirnya memiskinkan koruptor dan, yang terpenting, mengembalikan kerugian negara. Urgensi RUU ini lahir dari kelemahan fundamental dalam penegakan hukum yang terjadi selama ini. Harus diakui, sistem saat ini yang hanya mengandalkan hukuman penjara bagi koruptor terbukti tidak memberikan efek jera maksimal; banyak pelaku kejahatan ekonomi tetap hidup kaya raya meski telah divonis, dan masih bisa menikmati aset hasil kejahatannya, baik setelah bebas atau bahkan dari balik penjara. "Sistem hukum kita saat ini (pidana konvensional) lumpuh ketika seorang tersangka koruptor melarikan diri (DPO), meninggal dunia, atau sengaja memindahkan asetnya ke nama keluarga," jelas seorang Pengacara Publik LBH Surakarta. Kelemahan fatal ini diperparah oleh celah dalam UU Tipikor yang berlaku, di mana koruptor bahkan dapat memilih untuk mengganti kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara dengan tambahan kurungan badan. Akibatnya, keadilan prosedural mungkin tercapai, namun keadilan substansial, yakni kembalinya uang rakyat yang dicuri tidak pernah terwujud.

Peran Media Dalam Opini Publik Tentang Hukum

Peran Media Dalam Opini Publik Tentang Hukum

Di era digital saat ini, media baik cetak, elektronik, maupun daring, memiliki peran strategis dalam membentuk opini publik mengenai hukum dan keadilan. Pemberitaan, framing isu, hingga penyebaran informasi di media sosial dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap proses peradilan dan aparat penegak hukum. Perubahan cara masyarakat memperoleh informasi yang serba cepat dan luas menjadikan media aktor penting dalam mengawal serta memengaruhi dinamika hukum di Indonesia.